Rabu, 25 November 2009

PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMA

A. Abstrak
Pembelajaran Matematika di SMA, hingga dewasa ini pun, dipandang selalu memberikan tingkat kesulitan yang tinggi pada siswa. Pada kebanyakan siswa, mata pelajaran ini dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit, bahkan menakutkan bagi mereka. Keadaan ini akan mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar siswa,
Kesulitan tersebut diatas, pada umumnya disebabkan oleh paling tidak dua kondisi : 1) Materi Pelajaran. Pada umumnya materi yang harus dipelajari dalam Matematika SMA, khususnya kelas XI bersifat abstrak, pada beberapa pokok bahasan, bahkan “terlalu jauh” dengan kehidupan siswa SMA pada umumnya. 2) Proses pembelajaran. Pembelajaran yang konvensional (menerangkan dan mengerjakan latihan soal) tidak memberikan daya tarik bagi siswa. Di dukung dengan materi pelajaran yang sulit, pembelajaran ini sering terjebak pada kondisi membosankan dan tidak memberi peluang siswa untuk belajar dengan perasaan nyaman.

Model Pembelajaran berikut dirancang untuk dapat menarik minat siswa, sekaligus memberikan suatu perasaan nyaman dalam mempelajarinya. Pada pelaksanaannya, pembelajaran ini mengembangkan kreativitas siswa dan memfasilitasi perbedaan kemampuan belajar tiap tiap siswa.
Penggunaan multi media dalam Tehnologi Informasi, memberikan banyak fasilitas untuk membuat pembelajaran menjadi menarik dan memancing rasa keingin-tahuan siswa. Fasilitas grafik yang disediakan dalam IT memberikan kemungkinan penggunaan materi pelajaran yang tidak bersifat linier. Penggunaan audio yang tepat dapat membantu siswa dalam belajar.
Peta konsep sebagai sebuah bentuk yang integrative dari kombinasi antara keluasan dan kedalaman materi pembelajaran, memberikan kemungkinan untuk menggambarkan juga hubungan antara masing masing sub dalam suatu materi pokok pembelajaran. Peta konsep ini dapat dibuat dirancang secara grafis, sehingga secara audio- visual memberikan cara pandang berbeda terhadap suatu proses pembelajaran.

B. PENDAHULUAN
Penentuan standart kelulusan SMA yang hanya 4,50 meningkat dari 4,25, tidaklah menggembirakan di tinjau dari segi kualitas lulusan. Itu pun di tingkat sekolah penyelenggara pendidikan di daerah disambut dengan penuh kekhawatiran. Khususnya hasil yang dicapai siswa pada salah satu dari 3 mata pelajaran yang diujikan yaitu matematika.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa Matematika masih menyandang predikat sebagai mata pelajaran yang sulit, menakutkan dan mematikan. Banyak kalangan orangtua, seringkali menganggap Matematika sebagai momok bagi anaknya, sehingga dicarilah berbagai usaha untuk memberikan pelajaran tambahan bagi anaknya. Salah satu sebabnya, adalah karena pencapaian hasil belajar mata pelajaran ini kurang memuaskan.
Rendahnya pencapaian hasil belajar ini, tidak dapat dilepaskan dari karakteristik matematika itu sendiri yang abstrak, berantai dan bersyarat. Ditunjang dengan pembelajaran yang seringkali bersifat membosankan, jauh dari dunia nyata siswa. Pembelajaran yang hanya mengembangkan dan berorientasi pada aspek kognitif saja, membuat mata pelajaran ini menjadi beban bagi siswa SMA. Dengan demikian lengkaplah sudah predikat matematika sebagai mata pelajaran seperti tersebut diatas.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pemakaian musik-musik instrumentalia – klasik dapat merangsang dan menciptakan kondisi nyaman untuk belajar. Pada gilirannya perasaan senang, nyaman dan terakomodasi akan membantu pencapaian belajar siswa. Menjadi sebuah tantangan, Apakah mungkin pembelajaran matematika dilakukan dengan mengembangkan berbagai aspek, sehingga pembelajaran bersifat dinamis, aktif dan kreativ serta mengakomodasi perbedaan yang ada pada siswa. Pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran yang menyertakan berbagai aspek pada siswa, dan dikemas dalam suatu sajian yang bersifat audio visual, sehingga menumbuhkan minat siswa.
Peta Konsep
Seperti dikatakan Gordon Dreyden, dalam Revolusi Cara Belajar, ”Ingatlah puzzle: akan jauh lebih mudah jika Anda melihat gambar keseluruhannya lebih dahulu” Demikian juga Peta konsep, menggambarkan keseluruhan materi pelajaran , hubungan-hubungan dan kedalamannya. Peta konsep dapat memberikan pandangan sejauh mana dan selebar mana sebuah materi pokok akan dipelajari. Disisi yang lain, peta konsep juga memberikan peluang untuk memicu ketertarikan siswa dengan melibatkan ranah yang lain selain ranah kognitif.
Proses pembelajarannya sendiri di dasarkan pada sebuah Peta Konsep, yang dibangun pada awal pelajaran dengan menggunakan bantuan buku materi yang tersedia di sekolah.. Peta konsep ini dapat dianggap sebagai catatan yang bersifat non – linier, lebih hidup dengan menggunakan grafik – animasi dan audio yang mendukung. Salah satu kelebihan dari Peta konsep adalah keseluruhan dari materi yang akan dipelajari seolah olah tergambar dalam sebuah peta. Siswa menjadi senantiasa mengerti posisi dan sejauh mana siswa sedang mempelajari suatu materi pokok pembelajaran.
Hubungan antar sub materi pokok juga dapat (juga) tergambar dalam peta konsep ini, memberi kemudahan dalam melihat relasi kondisional yang banyak dimiliki dalam mata pelajaran matematika. Penglihatan secara lebih jelas ini, membantu siswa untuk memberi prioritas atau penekanan pada sub materi pokok yang penting dan esensial.

C. PENDASARAN

Model belajar konvensional - tradisional
Cara belajar yang selama ini dilakukan, menerangkan di depan kelas dan mengerjakan soal latihan tidak terbukti dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar matematika. Hal ini dapat ditunjukkan dengan hasil pengukuran UAN matematika SMA yang senantiasa rendah. Pembelajaran yang hanya mengakomodasi aspek kognitif saja mungkin membantu siswa mempunyai inteligensi yang lebih, namun kurang membantu siswa yang belajar lebih lambat.
Pengalaman membuktikan bahwa hal-halyang berada diluar ranah kognitif dapat membantu pencapaian hasil belajar yang lebih baik. Misalkan pemakaian pola atau asosiasi. Pemakaian kalimat “ Semua sindikat tangannya kosong” membantu siswa dalam menguasai sudut-sudut dalam kuadran pada Trigonometri, begitu juga kalimat kata “sakti” MEJIKUHIBINIU, membantu siswa dalam mengingat berkas cahaya dalam proses dispersi cahaya. Akan ada cukup banyak contoh yang dapat ditemukan.
Cara belajar yang holistic – multi aspek
Dalam Quantum Learning, disebutkan bahwa pembelajaran yang menghasilkan pencapaian hasil belajar yang lebih baik adalah pembelajaran yang melibatkan sebanyak mungkin aspek aspek yang ada pada siswa. Pembelajaran, sebagai sebuah kegiatan subyek didik, haruslah diletakkan dalam konteks yang sesuai dengan kondisi siswa. Semakin banyak kedekatan dunia siswa yang dilibatkan dalam pembelajaran, semakin mudah bagi siswa untuk terlibat secara aktif.
Sebagai sebuah pembelajaran, hal yang utama yang harus terjadi adalah munculnya kegiatan-kegiatan belajar pada subyek didik. Pembelajaran, sebagai suatu kegiatan yang bersifat persuasif, tentulah harus dapat menggerakkan kemauan belajar. Sungguh, partisipasi siswa dalam pembelajaran menjadi syarat pokok terjadinya kegiatan pembelajaran.
Tekonologi Informasi dan komunikasi
Penggunaan perangkat teknologi Informasi, sangatlah membantu dalam usaha untuk melibatkan aspek aspek selain aspek kognitif. Pemakaian grafik / gambar dapat membantu dalam peningkatan pemahaman siswa. Penggunaan perangkat audio dapat membuat pembelajaran menjadi lebih hidup. Disisi lain, alunan musik yang tepat dapat merangsang dan mengkondisikan proses belajar.
Salah satu kelebihan dari perngkat multi media ini adalah fsilitas animasi. Dengan fasilitas ini, proses proses dalam matematika yang abstrak dapat dinyatakan, sehingga lebih mudah di pahami dan dimengerti oleh siswa, misalkan pada proses transformasi ataupun proses pembentukan benda putar pada integral.
Perangkat lunak yang digunakan dalam model pembelajaran ini adalah Microsoft Power Point. Sebetulnya terdapat perangkat lunak yang lebih canggih, misalkan Flash Multi Media, namun dari segi kemudahan dan kepraktisan, Powerpoint dirasa cukup untuk menyajikan pembelajaran Matematika.

D. HASIL DAN PENGUJIAN
Kondisi awal kelas pembanding dan kelas percobaan.
Untuk melihat homogenitas kelas pembanding dan kelas percobaan, digunakan nilai rapot siswa, pada saat siswa tersebut masih di kelas X. Rata rata dan variansi nilai ini dibandingkan. Pengujian atas variansi dan rata rata skor ini menunjukkan tingkat kemampuan mereka secara signifikan tidak berbeda.

Pembahasan Umum
Pada pengamatan yang dilakukan atas kegiatan yang sudah dijalankan , model pembelajaran yang dilakukan, secara signifikan memberikan hasil lebih baik . Namun demikian ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan untuk peningkatan kualitas pembelajaran :
a. Pembuatan peta konsep secara kelompok menyebabkan siswa tidak mempunyai salinan dari peta konsep yang mereka buat. Hal ini menyebabkan siswa tidak dapat mencermati peta tersebut pada kesempatan diluar kelas, misalnya kesempatan belajar di asrama.
b. Siswa pada umumnya menghendaki bentuk modul yang lengkap dan terinci, namun karena siswa sendiri mempunyai buku cetak, maka kebutuhan ini dirasa tidak terlalu mendesak. Untuk diketahui, modul yang disusun disesuaikan dengan rencana pembelajaran sehingga tidak dapat memuat materi secara keseluruhan. Pada beberapa bagian , modul ini justru lebih merupakan ringkasan materi dari apa yang akan dipelajari oleh siswa.
c. Hambatan yang sangat terasa adalah kemampuan siswa dalam menghitung yang relatif lemah. Cukup banyak kesalahan terjadi pada tingkat operasi dasar, mialnya penjumlahan dan perkalian. Untuk suatu tujuan tertentu, sesuai dengan kebijakan sekolah, ulangan harian tidak diperkenankan menggunakan alat bantu hitung. Perlu dilakukan penelitian lain untuk mengetahui kecukupan bekal kemampuan matematis dalam perhitungan aljabar.
d. Pengamatan dikelas menunjukkan , segi pengelolaan kelas kurang terakomodasi dalam model pembelajaran terkait. Pada umumnya siswa bekerja secara pribadi. Untuk membantu pemahaman dan pencapaian hasil belajar, segi pengelolaan ini – misalnya frekuensi kerja kelompok - perlu untuk di kelola secara maksimal.
Pengujian indikator
Indikator pertama yang telah direvisi : proporsi nilai minimal 7 untuk kelas percobaan lebih tinggi 20 % dibandingkan kelas pembanding. Statistik uji Z terhitung 1,182 jika dibandingkan dengan Z tabel sebesar 1,65. pda taraf keyakinan 10 % maka nilai minimal 7 kelas percobaan lebih tinggi 20% dibandingkan pada kelas pembanding !
Indikator kedua ; Rata rata nilai siswa di kelas percobaan harus lebih baik dari pada rata rata nilai di kelas pembanding. Dalam hal ini diambil dari skor murni ulangan harian. Nilai f hitung 1,22 terletak pada daerah 0,51 dan 1,95 menujukan kedua skor sama, sedangkan skor t hitung sebesar 2,085 lebih besar dari t tabel 2.06 menunjukan rata rata kelas percobaan lebih tinggi dari pada kelas pembanding
Pengujian indikator ketiga : Prosentase kepuasaan siswa kelas percobaan terhadap inotivasi yang dilakukan minimal 50 %. Angket yang disusun dilihat dari sudut pandang positif, sehingga tingkat kepuasan siswa terlihat dari respon yang menunjukkan pilihan setuju (S) dan sangat setuju (SS). Rekapitulasi seperti berikut ini
NO ASPEK YANG DI LIHAT RESPON
STS TS S SS
1 PENILAIAN PERFORMA GURU 1% 32% 57% 9%
2 PEMAHAMAN MATERI PEMBELJARAN 5% 28% 58% 9%
3 MEDIA DAN ALAT PEMBELJARAN 3% 34% 54% 9%

Pengujian indikator tambahan : Banyaknya siswa yang skornya mencapai SKBM dikelas percobaan lebih banyak di banding ketuntasan belajar di kelas pembanding. Sebagai bahan acuan, ditentukan SKBM – Standart Ketuntasan Belajar Minimum. Skor z hitung 1,182 jika dibandingkan dengan z tabel masih menunjukkan proporsi siswa yang mencapai SKBM pada kelas percobaan lebih tinggi daripada kelas pembanding.

E. KESIMPULAN
Dari pengamatan pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model ini, dapat dikatakan berhasil. Namun ada beberapa catatan yang perlu ditindak lanjuti, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hal hal berikut :
• Tingkat kecukupan bekal kemampuan berhitung siswa SLTP
• Pengelolan kelas perlu mendapat perhatian yang cukup, untuk membantu pemahaman dan pencapaian hasil belajar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahyuningsih, Endang S.Pd, Pedoman Khusus Pengembangan silabus Matematika, Depdiknas, 2003
2. Dryden Gordon, Revolusi Cara Belajar, Mizan Media Utama, Bandung, 2001
3. Drost, SJ, Sekolah : Mengajar atau Mendidik ?, Kanisius Yogyakjarta, 2004
4. Darmaningtyas, Pendidikan Rusak Rusakan. LKiS, Yogyakarta, 2005




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SELAMAT DATANG DI BLOG FORUM ILMIAH GURU KAB. BATANG

Alasan saya membuka blog ini , selain tugas saya sebagai sekbid.pengembangan profesi di Forum Ilmiah Guru adalah juga sebagai salah satu wahana untuk sharing komunikasi tentang kegiatan ilmiah guru yang berkaitan langsung dengan upaya peningkatan mutu pendidikan di kabupaten Batang. Mulai dari pembicaraan bagaimana pembelajaran berkualitas dilaksanakan, kegiatan MGMP dan Lesson Study, sampai pada bagaimana seharusnya guru membuat Laporan Penelitian Tindakan Kelas. Baik berupa Artikel, Makalah, KTI, dan sebagainya. Dalam blog ini rencana akan saya sajikan semua Naskah PTK hasil LKTI pada kegiatan Forum Ilmiah Guru Tahun 2007 dan 2008. Demikian juga untuk kegiatan-kegiatan lain seperti Lomba Inovasi Pembelajaran, Lomba Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran, Lomba Pembelajaran Berbantuan Komputer, dan kegiatan-kegiatan lainnya baik yang di adakan Depdiknas, LPMP, ITSF, dan pihak-pihak penyandang dana penelitian/penggagas lomba lainnya. Saya optimis bahwa sangatlah mungkin guru-guru di kabupaten Batang nantinya mampu berkompetensi dalam kegiatan Ilmiah. Terbukti selama dua tahun mengadakan FIG, wakil dari Batang mampu menyumbang nama harun bagi Pemerintah Kab. Batang. Peserta dari Batang banyak yang memperoleh kejuaraan di tingkat Propinsi. Semua berkat kerja sama dan kinerja yang optimal dari guru dan pengurus FIG Kab. Batang. Trimakasih anda ikut berkarya, mari kita bangun Batang tercinta ini.